Untuk apa anak bersekolah?
Untuk apa kita mengirimkan anak ke sekolah?
Pada umumnya kita menjawab, supaya anak kelak mendapat ijasah. Ijasah merupakan modalnya supaya ia bisa bekerja, bisa mandiri menghidupi segala kebutuhan dirinya dan keluarganya. Menurut Charlotte Mason, adalah tujuan yang rendah jika kita hanya berharap anak dapat memenuhi kebutuhan materi atau biologis (makan, sandang, papan) saja, layaknya filsafat materalism dan utilitarianism. Semestinya sebagai orang tua kita bisa mengeset goal yang lebih tinggi dan lebih luhur. Sebab jika kita sekedar menginginkan anak kita untuk menjadi seseorang yang mampu bekerja, dengan segala kemampuan teknisnya, ia dapat mudah tergantikan saat ada orang lain dengan kemampuan teknis yang lebih baik.
Seperti yang diucapkan oleh seorang teman:
Pendidikan yang menghilangkan unsur-unsur manusiawi, hanya akan melahirkan pekerja-pekerja yang seperti mesin. Atau mungkin menjadi makhluk yang individualistik yang penuh keegoisan dan keserakahan. Yang tidak mengenal apa itu budi pekerti, apa itu peduli sesama, apa lagi untuk memahami makhluk hidup lain.
http://bundanisrina.blogspot.com/2021/04/refleksi-tentang-manusia-dan-pendidikan.html
Konsep pendidikan yang ditanamkan Charlotte Mason adalah membangun seorang manusia agar dapat menjadi semakin menusiawi melalui penguatan karakter! pembentukan mental!! kebijaksanaan spiritual!!! Anak harus dipandang secara spiritual. Anak mesti dipersiapkan supaya ia dapat menjalankan berbagai peran kelak: misalnya sebagai ibu, sebagai istri, sebagai wanita karir, sebagai anggota masyarakat. Apapun perannya di dalam kehidupan, ia dapat menjalankan dengan baik dan bijaksana, karena setiap anak adalah pribadi yang unik, pribadi yang berharga, berkarakter luhur, dan tidak tergantikan.
Konsep yang salah selama ini adalah Capitalism, Consumerism, Individualism, Meritocracy yaitu seseorang dianggap hanya jika ia memiliki prestasi, dan Utilitarianism yaitu seseorang dianggap hanya jika ia punya kuasa.
Charlotte Mason mengajarkan konsep Magnanimity, (Magnanimity is the virtue of being great of mind and heart. It encompasses, usually, a refusal to be petty, a willingness to face danger, \and actions for noble purposes. Its antithesis is pusillanimity. Wikipedia). Anak diharapkan tahu bagaimana caranya hidup, bisa berimajinasi, bisa menilai baik dan buruk sesuatu hal, tahu menempatkan diri, mampu meningkatkan kebahagiaan dirinya dan sesama.


Berikut saya kutip lagi dari blog seorang kawan:
Di buku CM, seri Philosophy of Education, makna Magnanimity, yaitu:
memiliki imajinasi yang berbudaya, kemampuan menilai dan menimbang yang terlatih, selalu siap menguasai kerumitan profesi apa pun, sementara pada saat yang sama tahu menempatkan dirinya sendiri dan bagaimana memanfaatkan segala kelebihannya untuk meningkatkan kebahagiannya, kebahagiaan sesamanya, dan kesejahteraan masyarakatnya – satu sosok yang bukan cuma bisa mencari nafkah hidup tapi tahu bagaimana caranya hidup.
https://padmanegara.com/2021/04/15/belajar-caranya-hidup-dan-tumbuh-bersama-anak-dengan-charlotte-mason/
Tugas orang tua adalah menentukan kembali kemana arah pendidikan anak kita?
Jawaban saya mungkin:
- Agamis
- Penuh rasa ingin tahu
- Senang belajar
- Fokus
- Konsisten
- Bahagia
Apakah cara yang dipilih orang tua sudah selaras dengan arah yang dituju? Ibarat berlayar, pendidikan anak harus mempersiapkan hal berikut:
- Destinasi: Apa tujuan pendidikan?
- Peta: Bagaimana paradigma atau cara pandang orang tua terhadap pendidikan dan pengasuhan?
- Kompas: prinsip-prinsip kehidupan yang sama-sama ditaati oleh orang tua dan anak
Sebagai orang tua, kita disarankan untuk banyak membaca, banyak mendapatkan input/masukan, banyak berdiskusi, dan apabila bisa, menulislah sebagai reminder untuk stay on track. Upayakanlah banyak hal demi mendapatkan keselarasan antara tujuan pendidikan dengan cara-cara yang akan ditempuh.