KESAN PESAN ORANG TUA SETELAH ANAK MENGIKUTI TRAINING ESQ

Peserta: Flarasya/Laras

Kelas: 4

Pada hari pertama ESQ, Laras diantar papi mami. Kami sempat bingung dengan dresscode karena stok baju muslimah terbatas. Kebanyakan baju Laras Tshirt dan celana jeans. Ini menjadi bahan evaluasi bagi kami sebagai ortu. Laras juga diharuskan memakai kaus kaki sedangkan selama ini, mami dan Laras belum menutup aurat kaki.

Hari pertama, sepulang ESQ Laras sangaaat gembira. Ia antusias menceritakan dance yang diiringi lagu Pump it, menceritakan stiker Sasuke yang ia dapat, sepertinya ia kaget kok tumben di sekolah bisa ada hal-hal yang “non-akademis” begitu, hehe. Laras berkali-kali bilang ESQ seru Mi, ESQ seru. Aku suka ikut ESQ.

Pada hari kedua, Laras masih juga antusias. Ia bangga karena bisa menghabiskan snack spaghetti nya meski pedas. Saya amati foto dan video ESQ, Laras memang tampak bersemangat sekali mengikuti senam, games, dll. Setelah membaca surat cinta dari ortu, Laras memeluk mami tapi ia tidak menangis seperti teman-temannya. Ia justru protes kenapa surat cinta mami terlalu sederhana, amplopnya tidak dihias-hias, dan kenapa mami memanggil Laras dengan nama panggilan kecilnya sedangkan ia tidak mau teman-teman mengetahui nama kecilnya yang ia anggap silly. Tetapi protes ini ia sampaikan dengan santun dan ketawa-tawa. Mami merespon dengan meminta maaf dan ikut ketawa juga. Setelah itu ia bilang terima kasih dan surat ini akan Laras simpan terus.

Sepulang dari sekolah, Laras kecewa karena ESQ cuma 2 hari. Katanya ia pengen ESQ setiap hari, hehe.

Bagaimana sikap Laras setelah ikut ESQ?

– Laras adalah anak yang lembut dan romantis. Ia senang menyampaikan betapa ia sayang ortunya. Setelah ESQ, Laras jadi semakin romantis. Ia sering sekali memeluk-meluk ortunya. Setiap beberapa jam, peluk ortu. “I am so glad that mami papi are my parents. Mami papi, you’re the best parents in the world. I love mami papi.” dsb.

– Laras bersemangat sekali untuk ke sekolah. Bahkan ketika pergi vaksinasi, ia sangat antusias karena bisa berkunjung ke sekolah. Ia bilang, aku unik ya Mi, pergi vaksin aja aku senang soalnya aku bisa ke sekolah.

-Laras adalah anak yang santun dalam bertutur kata. Setelah ESQ ia semakin santun dan semakin asertif dalam menyampaikan apa yang ia rasakan. Pembawaannya semakin positif. Termasuk ketika mami menegurnya dan menyampaikan bahwa HP nya harus disimpan ketika bersekolah online, Laras sangat kooperatif.

– Laras terbuka dalam berdiskusi-diskusi. Ia semakin antusias dan punya banyak pertanyaan tentang banyak hal.

– ESQ adalah hal yang berkesan baginya sehingga sering disebut-sebut dalam percakapan sehari-hari. Laras juga bilang bahwa ia ingin ikut kalau ada training ESQ lagi.

– Saat mami kroscek dengan papi, jawaban papi juga sama: “Yg papi rasakan sih Laras jadi sering meluk papi, cium pipi, sama bilang i love you :)”

Terima kasih Bapak Ibu guru Alazhar 13 atas Training ESQ nya.

Rambu-rambu Multitasking

Berikut adalah narasi dari materi Mentor, Mba Ellen Kristi.

Supaya bisa fokus, kita harus punya intensi alias mencanangkan target supaya kita tahu mana distraksi dan traksi. Bahkan kadang kita membuat to do list. Sayangnya kadang kita menemukan problem lain yaitu engga memulai. Kenapa ini terjadi?

Seperti yang kita tahu, kondisi fokus yang terbaik adalah kondisi flow. Ternyata Flow hanya bisa dicapai jika kedua hal berikut seimbang yakni Challenge vs Skill. Kalau challenge terlalu tinggi, kita bisa . Sedangkan challenge terlalu rendah membuat kita bored.

Kita sebaiknya sadar bahwa atensi kita punya kuota terbatas. Ragam atensi kita, memakan kuota atensi. (Sebaiknya kita benar-benar memilih hal mana yang baik kita jadikan atensi kita, jangan sampai salah fokus, kuota penuh sesak dengan hal unfaedah heu.)

Kita boleh multitasking kalau kegiatan-kegiatan tersebut memakai jalur neurologis yang berbeda, kita boleh multitasking kegiatan kompleks dengan kegiatan otomatis. Namun bila kegiatan tersebut memakai jalur neurologis yang sama, misal texting sambil menjawab pertanyaan anak, atau texting sambil berjalan di jalan raya, hal ini sungguh tidak disarankan.

Ciri-ciri kepenuhan muatan atensi: Mudah lupa, bingung

Ciri kekurangan atensi: merasa bosan, jenuh

Sederhanakan target dan ekspektasi. Rentang durasi atensi juga terbatas, jadi janganlah berlama-lama dalam sesuatu hal yang sebenarnya sudah tak efektif lagi.

Selain itu, ingat bahwa manusia adalah pribadi yang utuh. Segala sesuatu tidak hanya bersifat teknis atau intelektual tapi juga emosional dan spiritual. Kita dapat memperpanjang durasi atensi, memperbesar kuota atensi, kita dapat menyelesaikan target jika kita gembira. Kita bisa gembira jika punya energi yang cukup, punya stamina yang bagus. Oleh sebab itu, lakukanlah manajemen energi demi peningkatan kualitas dan kuantitas kinerja seperti:

– Tidur cukup min 6 jam

– Air putih cukup

– Olah raga rajin

– Makan makanan bergizi
– Jalin relasi baik dengan Tuhan, keluarga dan teman

No Multitasking (?)

Baru beberapa tahun belakangan saya dan suami sepakat bahwa setiap pekerjaan sebaiknya dilakukan dengan penuh atensi, satu persatu.

Mengerjakan banyak hal sekaligus, sebenarnya hanya membuat kinerja menurun.

Paling kocak di kala pandemi ini, kita terkadang menhadiri double zoom meeting pada saat yang bersamaan. Alih-alih menyerap keduanya, malah keduanya menguap.

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Quran Surat Alam Nasyrah)

Fokus terhadap satu target adalah lebih baik. Beruntung saya bertemu mentor, Mba Ellen Kristi. Pesannya padaku hari ini adalah sbb:

Kita cenderung sulit fokus atau berkonsentrasi. Sebenarnya sumber distraksi yang utama adalah diri kita sendiri. Otak kita diselimuti ide sehingga rawan memicu distraksi. Apa yang ada di pikiran kita tersebut, muncul tiba-tiba. Kita harus menyadari pikiran apapun yang muncul, lalu mengatur arahnya. Kita menyetir arah letupan pikiran tersebut. Kita sadari munculnya impuls, tapi kita tidak mengikutinya.

Latihan mengarahkan atensi = proses menguatkan kehendak

Belajarlah berkata tidak pada distraksi dan berkata iya pada traksi. Kita pilih arus pikiran yang mendekatkan kita pada tujuan.

Tugas:

  • Kapanpun kita menetapkan satu intensi, pusatkan diri sepenuhnya memenuhinya
  • Bila muncul distraksi, kendalikan dan kembalilah pada intensi semula
  • Cobalah latihan 5 menit mengamati nafas (meditasi nafas). Meditasi nafas 5 menit per hari merupakan latihan mengamati pikiran yang mengembara kemana-mana
  • Latihan meditasi ini akan meningkatkan kinerja prefrontal cortex otak
  • Kita harus dapat melatih otak agar tidak serta merta mengikuti impuls saat impuls itu muncul

~selamat mencoba

Atensi, Fokus & Konsentrasi

Tidak terasa dua bulan saya biarkan berlalu tanpa menulis blog. Sungguh mengecewakan. Hari ini saya berniat akan posting apa saja meski “mentah”.

Tulisan ini merupakan narasi video hari kedua dari pelatihan Habit of Attention oleh Mba Ellen Kristi dari komunitas CM Indonesia.

Mengenali perbedaan atensi, fokus, dan konsentrasi

– Jika atensi diibaratkan sebagai arah lampu, fokus adalah target, konsentrasi adalah ketahanan/endurance terhadap target

– Kita punya kuasa menentukan arah atensi kita, terhadap hal kongkrit ataupun abstrak, pada masa lalu ataupun masa ini, pada hal menyenangkan atau menyedihkan

– Daya minat/atensi kita terbatas. Atensi hanya bisa disorot pada target spesifik/Selective attention. (Hal ini terbukti saat mengamati video tentang awareness test ‘Gorilla test’. Sila cari di youtube.)

– Atensi berpengaruh pada:

  • Seberapa besar kita menyerap pemahaman
  • Kualitas kinerja kita

– Kita harus punya agenda prioritas

– Investasikan atensimu terhadap fokusmu, agar intelegensi dan kreativitasmu mengalir kesitu

– Energi dan waktu harus digunakan untuk mencapai sasaran

Mengenali traksi dan distraksi

Traksi adalah hal yang mendekatkan diri pada tujuan. Distraksi adalah hal yang menjauhkan diri dari tujuan.

– Tentukan target/tujuanmu, sehingga kamu dapat mengenali traksi dan distraksi.

– Jika tidak ada target/tujuan, tidak akan ada traksi/distraksi sehingga kita tidak bisa berlatih habit of attention. Semua kegiatan jadi bernilai sama yaitu sama-sama tidak bertujuan (!)

Menentukan target fokus apa agenda yang hendak diselesaikan

– Ucapkan target tersebut dengan suara jelas

– Sebutkan target kuantitas dengan detail/spesifik. Contoh: “Saya akan membaca buku.” diganti menjadi “Saya akan menyelesaikan 2 halaman Atomic Habits.” sehingga fokus kita lebih tajam

Jika kita mampu mengarahkan ‘lampu sorot’ ke target, sepanjang durasi yang kita mau, kita akan mencapai tujuan apapun yang kita sasar.

Bacaan hari ini: The Road Less Traveled

A New Psychology of Love, Traditional Values and Spiritual Growth

Buku ini ditulis oleh M. Scott Peck, M.D.

Yang saya baca adalah versi e-book Bahasa Inggrisnya.

Halaman: 13-14

Problems and Pain (Persoalan dan rasa sakit yang ditimbulkannya)

Hidup itu sulit (benar sekali – The first of the “Four Noble Truths” yang diajarkan Buddha adalah “Life is suffering.”). Tapi saat kita menerima realitas bahwa hidup itu sulit, tiba-tiba hidup menjadi mudah. Kesalahan terjadi bila orang tidak menerima, tidak memahami bahwa hidup ini sulit. Mereka hanya bisa berkeluh kesah tentang problematika, beban hidup, dan aneka kesulitan lainnya dan berandai-andai tentang hidup yang mudah. Hidup akan mudah seandainya keluarga begini, seandainya masyarakat bisa begini, seharusnya teman atau rekan dapat bersikap begini, kantor seharusnya begini, negara seharusnya begini, agama seharusnya begini dsb.

Memang, hidup adalah episode demi episode persoalan (baik ringan, sedang, maupun berat). Namun apakah kita ingin mengeluh saja atau kita ingin menyelesaikan persoalan tersebut? Apakah kita ingin mengajari anak untuk menyelesaikan persoalan hidup?

Disiplin adalah kunci kesuksesan dalam persoalan hidup. Disiplin sebagian, membuat kita dapat menyelesaikan sebagian persoalan. Disiplin total juga menjadikan kita mampu menyelesaikan semua persoalan.

Yang membuat hidup menjadi sulit adalah proses menyangkal kenyataan bahwa menyelesaikan persoalan itu memang painful/menyakitkan/sulit sehingga orang cenderung menunda-nunda persoalan. Sebuah masalah dapat memunculkan kesedihan, kesepian, kemarahan, kecemasan, atau depresi. Ada perasaan tidak nyaman bahkan terkadang terasa juga secara fisik seperti gemetar, mual mulas dsb. Perasaan ini membuat hidup seolah-olah diliputi episode-episode kesedihan dan menjengkelkan padahal sama saja dengan keceriaan/joy, bukankah hidup juga penuh dengan serangkaian jenis kebahagiaan.

Persoalan/problem adalah titik balik yang membedakan kesuksesan dan kegagalan. Dengan kehadiran problematika hidup, kita dapat tumbuh secara mental maupun spiritual. Saat kita ingin bertumbuh dan mengembangkan diri, kita tantang dan kita semangati diri kita untuk menyelesaikan suatu persoalan, layaknya yang terjadi di bangku persekolahan dulu. Melalui rasa sakit akibat mengkonfrontasi persoalan dan menyelesaikan persoalan inilah, kita dapatkan lesson learned yang berharga. Persoalan akan menguji sejauh mana keberanian kita, sejauh mana kebijaksanaan kita. Proses menemukan persoalan dan menyelesaikan persoalan inilah yang membuat hidup menjadi bermakna.

Narasi Video Mba Ellen Kristi: Mengamati emosi dan memvalidasinya

Seluruh konten ini adalah milik Mba Ellen Kristi dari komunitas Charlotte Mason Indonesia.

Saya narasikan sebagai pengingat diri.

————-

Ketika emosi negatif melanda, kita sering hanyut dalam sikap impulsif. Meskipun impuls menyuruh kita untuk melakukan tindakan yang berlebihan, konyol, memalukan keliru. Namun kita cenderung menurut pada impuls tersebut. Setelah keadaan tersebut berlalu, barulah kita menyesal. Sedangkan tindakan konyol atau keliru sudah terlanjur kita perbuat sehingga muncul lagi impuls rasa bersalah, yang menjadi emosi negatif tersendiri dan makin membuat situasi semakin runyam.

Ternyata ada alasan neurologis kenapa hal ini terjadi. Otak dan tubuh didesain untuk selalu memindai situasi di sekeliling. Sensasi dari syaraf-syaraf dikirim dan dinilai oleh otak. Otak manusia terdiri dari PreFrontal Cortex (PFC) dan amigdala. Kalau semua baik-baik saja, amigdala akan tenang. Namun kalau ada ancaman, amigdala akan langsung reaktif dengan cepat (1/10 detik). Adapun prefrontal contex butuh waktu sekitar 1-2 detik untuk aktif. Bila ada ancaman, amigdala memerintahkan otak reptil untuk siaga. Hormon adrenalin dan kortisol membuat jantung berdebar kencang dan badan menegang, bersiap melawan atau melarikan diri. Suplai energi dilarikan ke otot-otot, bahkan energi yang seharusnya dialirkan ke PFC pun dipangkas.

Amigdala membuat kita menjadi:

  1. Agresif, atau
  2. Lari dari ancaman

Tugas kita adalah, ketika ada ancaman, lakukanlah “mengambil jarak&mengamati” atau “ELING”/sadar/aware. Kita berlatih agar amigdala tidak membajak PFC. Kita menunggu agak PFC memberikan penilaian yang lebih logis. Kita harus berlatih menahan diri untuk tidak mengikuti impuls selama 2 detik dan menunggu sampai PreFrontal Cortex aktif. Saat Eling, kita mengambil jarak, mengamati, dan memvalidasi emosi kita sendiri. Kita lacak dan susun kronologi peristiwa yang memantik emosi.

  • Ooh, aku sedang marah
  • Ooh, aku sedang sedih
  • Ooh, aku sedang iri

Kita harus mengenali apa yang disuruh oleh impuls, tanpa harus melakukannya. Kita harus sadari perasaan ingin berteriak, ingin membanting, dan sensasi fisik lain misalnya badan tegang. Hormon stres akan mereda setelah 90 detik. Luapan emosi dan sensasi fisik akan ikut surut bersamanya. Bisa mengamati diri secara objektif akan membuat kita lepas dari kendali amigdala.

Saat kita mejaga jarak, kita akan mengetahui bahwa kita punya pilihan apakah hendak memenangkan otak rasional (adult brain) atau otak emosional (baby brain). Supaya bisa ELING, kita harus berlatih. Caranya, cacahlah hari menjadi beberapa periode. Targetkan untuk menjaga sikap eling untuk periode waktu per 3 jam. Buat alarm per setiap waktu tersebut. Saat alarm berbunyi, kita hening sejenak dan mengevaluasi, berefleksi apakah kita sanggup eling dalam 3 jam terakhir.

Latihan ini membuat kita bisa mengenali kapan amigdala kita aktif. Pada tahap ini, amigdala tidak akan bisa membajak PFC kita lagi. Bisa mengelola emosi bahkan di situasi paling brutal merupakan ujian sebenarnya dari kekuatan karakter kita. Kekuatan karakter merupakan suatu prestasi yang bergantung lewat ketekunan untuk melatih eling atau kesadaran.

Narasi video Mba Ellen Kristi: menjaga stabilnya ketersediaan energi tubuh

Mengelola Energi: kaitan tubuh dengan emosi

Seluruh konten ini adalah milik Mba Ellen Kristi. Saya tulis sebagai pengingat untuk diri sendiri.

Narasi:

Anda ingin menjadi sabar. Anda sadar bahwa Anda harus berhenti mengomel. Anda membuat resolusi. Anda berhasil menghentikan amarah selama satu hari. Tapi esoknya, Anda meledak lagi bahkan dengan intensitas yang besar.

Kegagalan dalam mengendalikan emosi ini terus berulang karena strategi yang salah. Membuat resolusi saja tidak cukup. Anda harus mempunyai strategi untuk mengendalikan otak rasional Anda. Sebagai informasi, mengendalikan diri sangat melelahkan. Ukuran otak hanya 2% dari tubuh kita, tapi ia menyedot energi 20% sehingga energi cepat habis. Saat energi habis, kita akan lebih impulsif dan egois. Sebaliknya jika energi melimpah, Anda menampilkan sisi terbaik dari diri Anda.

Perjuangan dalam mengelola emosi adalah menjaga stabilnya ketersediaan energi. Logistik harus cukup.

Anda harus membuat perubahan rutinitas hidup. Anda harus melakukan ini agar otak prima:

  1. Olah raga teratur guna memperbesar otak dan mempercepat kerjanya. Lebih baik berolahraga outdoor meski 10 menit tapi rutin. Dampak positifnya akan dirasakan oleh prefrontal cortex Anda. Ini akan mempermudah pengendalian diri Anda.
  2. Cukup tidur yaitu minimal 6 jam agar tidak kelelahan sebab saat Anda kelelahan, otak tidak bisa menyerap glukosa dari aliran darah. Sel yang kelaparan tersebut, membuat Anda juga kelelahan sehingga muncul keinginan untuk makan yang manis-manis padahal tetap saja makanan manis itu membuat Anda krisis energi. Prefrontal cortex orang yang krisis energi mengalami disfungsi mirip seperti orang yang sedang mabuk. Sementara itu amigdalanya overreaktif. Tidur paling baik adalah 8 jam sehari tanpa jeda. Jika tidak sanggup, tidurlah dengan mengganti/ menyisihkan/ menyiapkan/ mengambil waktu tidur yang singkat-singkat diantara jam-jam yang melelahkan.
  3. Pola diet sehat, hindari makanan yang membebani tubuh dengan toksik, gluten, dan gula pabrikan yang membuat gula darah melonjak lalu menukik terjun bebas. Makanlah makanan yang sedekat mungkin dengan alam / dalam bentuk asli makanan tersebut. Siapkan camilan sehat. Cukupkan minum 2 liter perhari.
  4. Relaksasi nafas. Olah nafas untuk aktivasi prefrontal cortex. Hitung berapa set Anda bernafas dalam 1 menit. Berlatih melambatkan nafas menjadi 4-6 set saja per menit. Berlatih selama 20 hari permenit dan usahakan dengan nafas perut.

Pengendalian emosi bukan semata urusan psikologi tapi juga fisiologi. Jika ingin sukses manajemen emosi, Anda perlu disiplin pemeliharaan tubuh juga.

Gara-gara raceto9008: Lari sebagai habit

Apa itu Strava? Apa itu berlari? Apa gunanya selama ini punya smartwatch? Apa itu berkegiatan outdoor?

Bhahahaha…

Sebelumnya saya sudah pernah install aplikasi Strava (lalu uninstall lagi karena dianggap ga berguna~). Sebelumnya saya juga sudah pernah dikuliahin sama temen betapa kita harus rutin bergerak (klo bisa outdoor) meskipun harus mengorbankan 1 jam dari keseharian kita untuk berolahraga karena that’s totally worth it, memang, tapi saat itu menurutku sayang ah. Selain itu, sebelumnya saya udah pernah ikut apa tuh yang knowledge sharing influencer PLN itu, yang Mas Dani, yang temanya kurang lebih “Berlari itu seru”.

Meskipun sudah ada hal-hal di atas, tapi diri ini masih belum tergugah untuk menggerakkan badan. Paling banter workout! cardio toning, zumba, via video online hehehe yang pastinya tidak rutin yaa, tergantung mood. Namun tiba saatnya pintu (hati) ku diketok oleh teman tentang sebuah acara lomba lari “RACETO9008” yang berlangsung selama 30 hari berturut-turut, wuih semangat saya langsung meledak. Ditambah lagi saya lari betulan, dapet endorphin bertubi-tubi, kebahagiaan saya membuncah.

Strava adalah media sosial tentang aktivitas berolah raga yang umumnya menampilkan peta lokasi penggunanya. Disana saya sadar bahwa ternyata posisi teman-temanku di dekat aku yaa, tak jauh dari kantorku, tak jauh dari rumahku.. Namun diri ini, yang ansos dan ketolong alesan pAnD3MiK, tak pernah bersua-sua dengan temen-temen. Strava lah atau Raceto9008 lah yang menggerakkan langkah kaki saya menuju kantor temanku yang berbaik hati mengajak saya kembali berinteraksi dengan teman seangkatan.

Dari mereka, aku baru sadar kalau lombanya itu JALAN, lari, dan bersepeda.. Jadi jalan kaki juga dapet poin cuy. Makin bersemangatlah saya (kami) dalam mengumpulkan receh-receh kilometer. Poin 0,1 km pun sungguh berarti. Nantinya poin-poin ini akan dijumlahkan per minggu. Ya.. perminggu. Setiap minggu akan ada juara individu putri, putra, dan juara angkatan.

Oleh sebab di angkatan kami tidak ada yang “atlet” yang terlalu atlet, di bagian juara angkatanlah kami bertaruh harga diri huahahaha. Ketika mamak-mamak mageran begini diajak berkompetisi, wow langsung muncul ambis-khas-anak-itb nya yaaa… Intinya sekarang semua peserta raceto9008 jadi strava oriented. Jalan/lari/sepedahan kesana kemari sambil nyalain strava.

Minggu pertama dimenangkan oleh angkatan 2005. Minggu kedua juga sama, 2005 lagi juaranya. Sekarang kami sedang berusaha mendapatkan juara minggu ke 3 dan ke 4. Yeayyy bismillah! Kata orang, konsistensi adalah kunci.

  • Sekarang kemana-mana sering jalan kaki.
  • Ada waktu senggang 1 jam, langsung berlari. lumayan dapet 5 km.
  • Duduk-duduk sambil nunggu? no way. ku gerakkan langkah kaki.
  • Subuh-subuh pamit sama keluarga mau ngejar 10 km dulu. urusan pace pikirin nanti.
  • Cucian bertambah-tambah buanyak karena selalu always tak pernah never keringetan. basah!
  • Sinar matahari adalah temanku. tapi penuaan dini adalah musuh siapapun!
  • Berani berkeringat itu baik.
  • Bertemu dan berinteraksi dengan teman itu baik.

Demi raceto9008!!! hehehehe

(btw 9008 adalah nama sebuah ruang kelas di gedung lama Teknik Lingkungan ITB)

Terima kasih kengkawan yang sudah mengajak dan menjadi supporter bagi satu sama lain! Semoga “pelatihan” selama 30 hari ini mampu membuat “lari & berolahraga” menjadi kebiasaan bagi kita, karena olahraga itu adalah “membersihkan tubuh dari dalam” begitu kata coach. Semoga jadi habit! Aamiin.

Gara-gara raceto9008: Join grup

Seorang teman lintas angkatan menelepon dan berkata: Lo tau gak, klo di grup tuh, gw pasang stealh mode, Ji.

Dalam hati Eji bilang: Mending stealh mode, klo gw bertahun-tahun menarik diri loh. Ini aja baru join grup setelah 7 tahun left.

Pertambahan umur manusia diiringi dengan perubahan fisiknya menjadi lebih besar atau lebih dewasa tetapi belum tentu diiringi dengan kedewasaan dan kematangan secara emosional. Saat kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang terbiasa memperhatikan kemampuan diri seseorang berdasarkan aspek atau prestasi-prestasi yang kasat mata, kita cenderung abai dan tidak melihat tentang tumbuh kembang kedewasaan emosi seseorang.

Narasi Kelas ME di bawah Bimbingan Mba Ellen Kristi:

Demikian juga saat kita bersekolah atau mengirimkan anak ke sekolah. Kurikulum sekolah berfokus pada keterampilan akan hal-hal akademis atau profesional. Sayangnya tidak banyak skill/pengajaran yang cukup tentang pendidikan emosi, antara lain bagaimana menjadi kalem dalam situasi tertekan, bagaimana menjadi mampu keluar dari zona nyaman, mengelola amarah, mengelola rasa bersalah, menjaga relasi personal, dan mengendalikan diri. Tumbuh kembang emosi dianggap dapat berkembang dengan otomatis sehingga tidak harus dilatih secara khusus. Mental health bukanlah hal yang terlalu penting.

Kita kadang menggunakan insting, intuisi atau naluri sebagai panduan dalam beraktivitas. Padahal insting, naluri, perasaan, dan emosi bukanlah ukuran kebenaran. Malahan perasaan yang tidak terkendali dapat membuat diri menjadi kacau. Dalam hal ini, logika adalah hal yang harus digunakan dan diutamakan.

Kita harus keluar dari belenggu cara pikir romantik yang menganggap tumbuh kembang emosi berkembang dengan otomatis seiring dengan penuaan umur. Kita sebaiknya mempelajari keterampilan sistematis demi menguasai pengendalian emosi karena mengendalikan emosi tidak dapat dilakukan secara instan.

Melatih softskill “mendewasakan emosi” tidak ada bedanya dengan pelatihan hardskill. Guna melatih ini, saya harus nyemplung (ke grup), harus tidak menarik diri, harus berulang kali “synchronize” terhadap apa-apa yang sebenarnya bukanlah zona nyaman untuk saya. Tentu hal ini membutuhkan komitmen, kedisiplinan, membutuhkan waktu dan energi, dan latihan terus menerus. Demi keseriusan mendidik emosi diri ini sendiri. Supaya bisa menua dan dewasa gitu deh. Amin.

demam korea

Selain SNSD (kpop), ada juga bintang kdrama yang aku gemari huahahahaha..

Aku udah pernah bela-belain nonton konser SNSD. Trus sekarang, bela-belain ikut fanmeeting ONLINE si Seonbae huahahahaha

Kata papih “Jangan lupa direkam. Bisa tulis blog sekalian tuh.” (?) Huahahahaha

Fanmeetingnya diadain di aplikasi Amazer dan juga di youtube. Ada reward video call untuk 5 peserta dengan poin tertinggi dan 1 peserta yang dipilih random. Laras sampai ngecek.. “Mami terpilih ga, Mi? Sabar ya, Mi?” Huahahaha.. ya kali pede mau ngomong bahasa Korea? Annyeong Haejin Oppa???? Huahahahaha

Ya demikianlah sefruit kisah orang yang kena demam drakor.. Padahal seumur-umur baru mulai nonton drakor sejak 2020.. Terima kasih ya netflix dan drakor telah menemani kegabutan selama stay home pas pandemi.

Aku akan terus mendukungmu, Seonbae!!!!

Huahahaha